Sabtu, 28 November 2009

MEGATRUH, DAN CERITA IDUL ADKHA

Ini tembang Megatruh,

sigra milir kang gèthèk sinangga bajul, kawan dasa kang njagèni, ing ngarsa miwah ing pungkur, tanapi ing kanan kéring, kang gèthèk lampahe alon


Getih… benarkah itu pengorbanan?
Kasih… Ismail rebah, cinta berlumur pada pedang sang ayah

Waktu itu,
Sendu tangis ibu, kenapa rindu berakhir pilu?
lelah berlari antara shofa-marwah
sebuah persalinan berdarah-darah

kisah susah berawal dari cemburu Sarah
terusirlah dia, yang buncit menahan sakit
Tamsil,….
Zamzam muncrat saat jabang bayi menggeliat
Hajar, sebongkah batu, perempuan tanpa susu, namanya setegar itu

Apa kau punya cerita baru?
Selain tentang harapanmu pada surga?
Selain tentang ketakutanmu pada neraka?
Selain pada yang sudah kautulis dan kaubaca di buku-bukunya?

Oh… aku tahu…
Takbirmu, tahmidmu, menggema sekilas pada corong speaker di pucuk kubah
Ubun-ubunmu menempel Ka’bah di ujung sajadah
Tapi kemudian, lupa kenyang saat rendang terhidang di meja makan
lupa pulang saat gendang pesta berdentang-dentang

lalu, kemana cerita ‘adkha’ yang sesungguhnya?

Megat-ruh kembali mengalunkan tembang
Mata tak pejam saat parang siap menebang,
“ikhlas itu tidak sakit, Sayang!”

Wisma Ijo, 27 November 2009